Hubungan Terbuka

AkuKita Wanita
4 min readJul 20, 2021

--

Mengimajinasikan Adaptasi Cinta di Masa yang Tertutup

Image Credit AkuKita Wanita

Kita semua sudah tahu dan mungkin juga merasakan bahwa Covid-19 mengubah sebagian hidup seseorang. Aku juga cukup yakin bahwa ada sebagian dari kita yang mengalami putus cinta akibat keanehan situasi dan kondisi masa pandemi. Kehidupan percintaan nampak pelik dan asing bagi dua insan yang sudah lama menjalin kasih.

Dunia yang awalnya terasa milik berdua, kini tersekat social distancing. Apa guna berdekatan tapi tak saling bergandengan?

Setiap keindahan bumi yang ingin dikunjungi, eh, ada pak polisi menghalangi. Apa guna berkendara kalau harus putar balik?

Kita tak bisa lagi berbincang di bawah langit malam, di hadapan secangkir kopi dan sinar kelap-kelip yang bertaburan. Apa daya, kita sudah dibubarkan pada pukul 20.00.

Sudah lama aku tak mengenal lekukan manis di bibirmu. Tak ada lagi gula tabur donat di sebelah lesung pipitmu. Jangan kau buka maskermu. Lebih baik aku tak melihat wajah kasihku ketimbang harus membayar denda umum.

Saat itu, segalanya berubah menjadi Pacaran dari Rumah.

Banyak kawanku bersedih hati, hubungannya pupus di masa pandemi. Aku katakan padanya, “Kau memang tak pernah bersiap membawa cinta pada zaman yang semakin berubah. Hubungan terbuka itu baik, tapi buruk jika kondisinya tertutup.” Aku memutar memori indah bersamanya, sambil membalas pesan, “Aku rindu suasana dahulu.”

Anak muda memang selalu berapi-api. Demi merasakan sensasi bersama pujangga hati, aku berpikir di atas ambang batas. Pikiran sekelebat lewat, “jalan-jalan virtual”. Ini memang bukan ide bagus, tapi tak ada hal yang membuat bahagia pasangan selain berusaha, meskipun dari kejauhan. Aku telepon dia, menyuruh untuk menampakkan wajahnya. Kini, kita bersamaan menatap indahnya lautan dalam imajinasi. Aku ceritakan sebuah analogi padanya, sambil sesekali menyelipkan percakapan yang penting bagi kisah kita. Dalam nuansa biru dan deru ombak lautan beserta pasir-pasir yang tak menyentuh pijakan kaki, aku membuka segala suasana yang sempat terhenti, tak sempat diawasi.

“Apa kamu masih percaya sama aku?” Ia membalas percakapan dari tarikan napas panjangnya. Percayalah kawan, intensitas yang berkurang barangkali beriringan dengan kepercayaan yang menurun.

“Apa kamu cemburu jika ada orang yang mendukungku selain kamu?” Kondisi pandemi membuat setiap orang bisa bersimpati dan berempati. Namun, tak jarang dari pasangan menganggap negatif hal ini. Apalagi ketika ada lawan jenis yang peduli. Andai saja aku berharap bahwa pasanganku adalah orang yang selalu ada tiap kali aku butuhkan. Iya, itu memang bisa, tapi percayalah kawan, hubungan monogami berdampak pada kondisi psikososial yang buruk. Kamu harus bisa lepas dari pasangan di kondisi yang tidak bisa menghadirkannya. Sudah selayaknya para pasangan membicarakan hal ini.

Nikmatilah segala perjalanan virtualmu dengan imajinasi hubungan yang layak. Bawalah ia pada kondisi yang kalian hadapi bersama dan suasana yang tak pernah berubah.

Menyikapi sebuah hubungan yang terbuka bukan hanya perihal obrolan ke sana-ke mari dengan janji mendengarkan dan menerima segala kekurangan. Kita terlalu fokus pada pembicaraan sampai lupa pada situasi saat kalian membicarakan itu. Jadi, obrolankan segala sesuatu yang buruk di tempat yang menyenangkan.

Pandemi yang sifatnya tertutup, membuat setiap pasangan menghadapi rintangan yang sama menyusahkannya. Baik fisik ataupun nonfisik, ada atau tidaknya dia, sudah membuat hubungan menjadi ruwet. Maka, jangan menambah keruwetan itu ke dalam suasana. Serius, deh, salah satu cara mengadaptasikan hubungan terbuka adalah merekayasa suasana.

Di sinilah pengetahuan seorang pasangan diuji perihal suasana apa yang disenangi keduanya. Salah satu alternatifnya, kita bisa gunakan situasi simulasi dengan dalil, “Abis pandemi kita ke sini, ya?” Padahal, kita tidak tahu kapan pandemi ini selesai. Namun, setidaknya, sekali lagi, berusaha dulu. Jika memang dirasa kurang kreativitas, maka gunakan memori yang ada. Pikirkan latar dan skrip obrolannya karena sebagai inisiator kita harus pandai menyusun dan mengolah kata. Ingat, kita sedang memelihara hubungan yang terbuka pada kondisi yang tertutup sehingga kondisi natural (apa adanya) memiliki kecenderungan yang kecil untuk muncul.

Muda-mudi yang menerapkan pacaran dari rumah nampaknya akan bosan dengan situasi obrolan dua arah. Oleh karena itu, suasana dibutuhkan sebagai pihak ketiga. Tujuannya untuk membuka dunia internet pada percakapan yang terbatas.

Aku hanya memberikan salah satu cara yang mungkin lebay untuk dipraktikkan. Namun, apalah arti lebay jika pasangan menyukainya? Lebay dan alay itu hanya muncul dari orang lain yang tidak menikmatinya. Jadi, yaa, tidak usah banyak pikir soal hubungan terbuka di masa yang tertutup. Tunjukan bahwa ia adalah salah satu hal yang harus dijaga saat pandemi.

Saranku yang terakhir, apabila semua prosedur rekayasa telah kamu lakukan, sisanya biarkan pasanganmu yang menentukan apa yang ingin dia lakukan. Sekalipun kita adalah seorang pasangan, tak ada hak bagi siapa pun untuk mengatur kehidupan seseorang. Jadi, berbahagialah kalian yang punya pasangan pengertian. Selain itu, jangan pernah takut kehilangan, tapi janganlah kita berdiam diri untuk kehilangan. Tak apa dia disenangi lawan jenis ataupun bersenda gurau dengan mereka. Namun, tetaplah jadi manusia yang selalu memberikan suasana baik-baik adanya.

AkuKita Wanita juga memberikan pencerdasan di newsletter yang dikirim melalui e-mail dua minggu sekali.

Penulis: Raka Gunara

Editor: Azaina Farah Sabrina

--

--