Pancasila Sila Ke-5

AkuKita Wanita
3 min readJun 3, 2021

Memahami Pernikahan Dini di Madura

Image Credit AkuKita Wanita

Kalimat “pancasila sebagai dasar negara” merupakan kalimat yang seringkali kita dengar untuk mengingatkan kembali fungsi dari pancasila itu sendiri. Hal ini tentu berhubungan dengan arti kata pancasila yang berasal dari bahasa Sansekerta, yakni panca yang berarti “lima” serta sila yang berarti “prinsip” atau “asas”. Dikutip dari tirto.id, lima sila dalam pancasila mengandung butir-butir pengamalan untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Salah satunya adalah bunyi pancasila sila ke-5: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dikutip dari cnnindonesia.com, nilai-nilai pancasila dalam sila ini ialah warga negara mengembangkan perbuatan luhur dengan cara kekeluargaan, gotong-royong, serta bersikap adil. Selain itu, warga negara harus menyeimbangkan hak dan kewajiban diri dan orang lain. Adanya penerapan nilai dari sila ini dapat menimbulkan kedamaian antarmanusia dengan tidak membatasi hak serta kewajiban mereka.

Akan tetapi, sebagaimana yang kita ketahui, penerapan nilai dari sila ke-5 pancasila di Indonesia masih belum bisa diterapkan dengan baik. Khususnya dalam menyeimbangkan hak serta kewajiban seorang manusia. Seperti tradisi pernikahan dini di Madura yang para perempuannya tidak memiliki hak untuk menetapkan pilihan calon suami mereka sebab para perempuan Madura akan dijodohkan oleh keluarga mereka bahkan sebelum akil balig.

Menurut Masyithah, perempuan dalam pandangan masyarakat Madura merupakan simbol prestise serta kehormatan sebuah keluarga. Sebuah keluarga akan khawatir jika anak perempuan mereka menjadi perawan tua dan ta’ paju lake (tidak ada laki-laki yang mau melamar atau menikahinya). Hal inilah yang menjadi faktor tingginya angka pernikahan dini di Madura.

Dikutip dari kompasiana.com, usia perempuan yang melakukan pernikahan dini ini sekitar 3–15 tahun, sedangkan laki-laki antara 0–20 tahun. Tahapan dalam pernikahan dini ini diawali dengan perjodohan antara kedua mempelai yang ditentukan oleh pihak keluarga atau inisiatif dari kedua mempelai. Kemudian, dilanjutkan dengan pertunangan yang bertujuan untuk meresmikan ikatan pertama kedua mempelai. Terakhir, dilanjutkan dengan pernikahan yang biasanya dilakukan di sebuah lembaga pernikahan.

Adanya perjodohan ini tentu membuat perempuan secara tidak langsung “diharuskan” untuk menerima sekaligus menjalani proses pernikahan hingga selesai karena nama serta harga diri keluarga sedang dipertaruhkan. Namun, tradisi yang terkesan merugikan perempuan Madura ini justru dianggap menempatkan mereka pada posisi yang strategis sebab calon suami yang akan menikahi anak perempuan mereka memiliki bibit, bebet, bobot yang dipercaya dapat menyejahterakan keluarganya di masa depan.

Sayangnya, di balik niat baik dari tradisi ini, terdapat dampak fisik serta psikis dari pernikahan dini. Dikutip dari klikdokter.com, wanita yang hamil pada usia muda lebih berisiko saat melahirkan karena masalah kehamilan seperti hipertensi berkemungkinan muncul. Risiko lainnya seperti kelahiran bayi prematur dan berat lahir rendah dapat terjadi karena organ reproduksi di tubuh sang ibu yang belum terbentuk dengan sempurna. Dampak psikologis juga dapat terjadi seperti belum matangnya emosi dari kedua mempelai. Hal ini dapat menyebabkan mudahnya timbul konflik rumah tangga seperti perselingkuhan yang dapat berujung ke perceraian hingga kekerasan rumah tangga.

Dari sini, dapat disimpulkan bahwa nilai sila ke-5 pancasila belum dapat terealisasikan dengan baik. Ulasan di atas adalah salah satu contoh kasus tentang pembatasan hak-hak perempuan. Nah, bagi kalian yang pernah mendengar cerita yang sama atau memiliki pendapat tentang tradisi ini, bisa dituliskan di kolom komentar, ya!

Penulis: Vil Laura Murdiahtin N.

Editor: Azaina Farah Sabrina

Sumber:

Anastasia, T. (2021, Maret 11). Dampak Pernikahan Dini bagi Fisik dan Psikis Anak. Info Sehat, pp. https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3648305/dampak-pernikahan-dini-bagi-fisik-dan-psikis-anak.

Indonesia, C. (2020, Desember 3). Mengenal Pancasila, Fungsi, Nilai, dan Arti Lambang. Nasional, pp. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201202162341-31-577170/mengenal-pancasila-fungsi-nilai-dan-arti-lambang.

Mardhatillah, M. (2014). Perempuan Madura Sebagai Simbol Prestise dan Pelaku Tradisi Perjodohan. Musãwa Jurnal Studi Gender Dan Islam, 1–6.

Raditya, I. N. (2020, Oktober 9). Isi Butir-Butir Pengamalan Pancasila Lengkap Sila 1 Sampai 5. Sosial Budaya, pp. https://tirto.id/isi-butir-butir-pengamalan-pancasila-lengkap-sila-1-sampai-5-f5Mw.

Sari, S. (2014, Desember 29). Tradisi Pernikahan Muda di Pulau Madura. Humaniora, pp. https://www.kompasiana.com/shofiasari/54f38343745513a02b6c78b7/tradisi-pernikahan-muda-di-pulau-madura#.

--

--